Oleh Eneng Irma
Lestari[1]
Perancis adalah salah satu monarki
besar di kawasan Eropa, pada masa Louis XIV menjalankan sistem absolut dalam
pemerintahannya. Dalam sistem ini teradapat stratifikasi sosial. Di Perancis,
sejak abad ke-VIII terbagi ke dalam tiga golongan, yaitu pada tingkatan pertama
ada kaum Imam (Gerejawan), tingkatan kedua kaum Bangsawan dan anggota
masyarakat pada tingkatan ketiga. Pada tingkatan pertama hak istimewa diperoleh
kaum Imam. Pada abad pertengahan Perancis memberikan otoritas politik, sosial
dan ekonomi kepada Gereka Katholik. Alhasil, gereja menjadi kekuatan dalam
Negara, dan pendeta didalamnya bersikap dan bergaya hidup mewah, mereka
dibebaskan dari semua pajak. Pada tingkatan kedua, ada kaum bangsawan yang
memegang posisi tertinggi dalam Gereja,tentara, dan pemerintahan mereka juga
memperoleh hak istimewa seperti kaum Gerejawan yakni dibebaskan dari semua
pajak. Sedangkan di tingkatan ketiga terdiri atas kaum borjuis, kaum petani,
buruh perkotaan, dan pejabat pemerintahan rendahan. Menjelang tahun 1787,
pemerintah tidak bisa melunasi hutang yang diambil untuk membiayai berbagai
perang yang dilakukan ketika Louis XIV, terutama perang perang Tujuh Tahun.
Kekacauan ini semakin parah dengan adanya kebiasaan mewah Istana dan tradisi
memberi hadiah bagi bangsawan. Kondisi ini semakin mengeringkan perbendaharaan
Negara, hingga akhirnya Rezim ini bangkrut. Pada dasarnya, masalah krisis ini
bukanlah karena rakyat Perancis miskin dan tidak mampu membayar pajak, tetapi
lebih karena sistem pajak yang tidak efisien dan adil. Imunitas yang diberikan
kepada Gerejawan dan Bangsawan atas
pembayaran pajak, ditambah dengan pemberian hadiah dari Raja kepada mereka,
menyebabkan terjadinya anggaran pengeluaran lebih besar daripada pendapatan.[2]
Sistem pajak yang tidak adil dan
korup menjadi beban berat kaum petani.
Louis XIV menjaga kebesarannya dan membiayai perang dengan memungut
semakin banyak pajak dari kaum petani, sebuah praktik yang terus berlangsung di sepanjang abad kedelapan
belas. Pasukan pengumpul pajak mengorbankan kaum petani.selain pajak kerajaan,
kaum petani membayar per-sepuluh kepada Gereja dan iuran-iuran manorial kepada
kaum Bangsawan. Administrasi Perancis rumit, kacau dan tidak efektif. Praktik
pembelian jabatan Negara dari Raja, yang diperkenalkan sebagai cara untuk
mengumpulkan uang, menghasilkan banyak pemegang jabatan yang tidak cakap.
Kekacauan financial juga menyumbang bagi kelemahan Rezim Lama. Pada tahun-tahun terakhir Rezim Lama, pemerintah
tidak dapat mengumpulkan dana yang cukup untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran.
Pada
17 Juni, Tingkatan Ketiga melakukan suatu gerakan Revolusioner. Mereka
memproklamirkan dir sebagai Majelis Nasional. Pada 20 Juni, Louis XIV memerintahkan
Majelis Nasional berpisah kedalam golongan-golongan, tetapi Tingkatan Ketiga
bertahan. Kegigihan delegasi-delegasi dan aksi-aksi mengancam dari penduduk Paris yang mendukung
Majelis Nasional memaksa Louis XIV menyerah. Pada 27 Juni dia memerintahkan
kaum Bangsawan dan kaum Pendeta bergabung dengan Tingkatan Ketiga di Majelis
Nasional. Tetapi kaum Bangsawan belum bersedia bergabung dengan Majelis
Nasional. Louis XIV dipengaruhi oleh para bangsawan istana, bersikeras untuk
melawan Majelis Nasional dan menghentikan revolusi yang baru mulai.
Pemberontakan yang dilakukan rakyat biasa di Paris dan kaum petani diluar kota yang
menyelamatkan Majelis Nasional dan menjamin kemenangan kekuatan pembaru. Setelah
itu Majelis Nasional berubah menjadi Majelis Nasional Konstituante yang
menyepakati pemerintahan liberal, skonstitusional, dan perubahan ekonomi
Perancis. Terbentuknya Majelis Nasional menandakan dimulainya Revolusi Perancis
secara politik.[3]
Pada tanggal 14 Juli 1789 rakyat Perancis menyerbu penjara Bastile yang
merupakan lambang absolutisme monarki karena didalamnya dipenjarakan para
pemimpin rakyat yang dulu berani menentang kekuasaan dan kesewenangan
pemerintah absolute monarchi.
Penyerangan atas penjara tersebut di dasarkan karena :
1.
Penjara Bastile merupakan gudang persenjataan dan makanan;
2.
Membebaskan tawanan politik yang dapat mendukung gerakan revolusi;
3.
Membebaskan orang-orang tidak berdosa yang telah ditangkap dan dipenjarakan
secara semena-mena ke dalam penjara Bastile.
Dengan direbutnya penjara tersebut dianggap sebagai permulaan dari
revolusi dan dijadikan sebagai “Hari Nasional Perancis”. Sejak itu raja dan
golongan bangsawan tidak berkuasa lagi, namun kaum borjuis yang berkuasa dan
memegang tampuk pimpinan Negara.
Dasar dari pemerintahan baru ini adalah “Declaration des droits de
l’homme et du citoyen”, yaitu pernyataan hak-hak manusia dan warga Negara, yang
diumumkan pada tanggal 27 Agustus 1789.
Setelah penyusunan UUD selesai, maka badan Konstituante bubar pada tahun
1791 dan digantikan dengan pemerintahan yang disebut Legislatif. Selanjutnya pada tanggal 14
Juli 1790 UUD Perancis telah berhasil dirancang dan disahkan. Namun
pasca Revolusi ini sering terjadi perebutan
kekuasaan antara Kaum Borjuis (bangsawan baru) yang menginginkan Konstitusional
Monarki dengan rakyat jelata yang menghendaki Negara Republik.
Hingga akhirnya di bawah kepemimpinan Robespiere, negara Perancis
berubah menjadi sebuah Negara Republik (1792). Pada saat pemerintahan Robespiere inilah yang sering pula disebut
dengan pemerintahan teror. Namun juga dilihat lebih jauh lagi pemerintahan
inilah yang menyelamatkan negara Perancis dari keruntuhan.
Namun
tidak lama berselang golongan borjuis akhirnya berhasil menggulingkan kekuasaan
Robespiere pada tahun 1795, mereka kemudian membentuk pemerintahan Direktorat
yang dijalankan oleh 5 direktur, yaitu Barra, Mouli, Gobier, Roger Ducas, dan
Seiyes yang berkuasa sampai dengan 1799.Karena
kepemerintahanya yang lemah dan penuh denga korup menyebabkan pemerintahan yang
diciptakan kaum borjuis ini menjadi bumerang untuk diri mereka sendiri.
Memanfaatkan hal tersebut Napoleon Bonaparte berinisiatif
untuk mengambil alih kursi kepemerintahan yang ada. Pada tahun 1799, dengan
kekuatan militernya Napoleon berhasil membubarkan pemerintahan Directeur dan
membentuk pemerintahan baru yang disebut Consulat. Pada akhirnya Perancis
menjadi sebuah negara pemerintahan otokrasi yang dipimpin oleh Napoleon sebagai
pucuk pimpinan pemerintahan Perancis.Selama masa kekaisaran Napoleon Bonaparte, Perancis
kembali menjadi sebuah negara yang terkenal. Napoleon menjalankan pemerintahan
dengan sistem militer. Sumbangan Napoleon Bonaparte bagi Perancis dan dunia
juga sangat besar. Bagi Perancis, semasa kekuasaannya ia berusaha membentuk
pemerintahan yang stabil dan kuat. Napoleon juga mengeluarkan 3 undang-undang
pending, yaitu code civil, code penal, dan code commerce. Pengembangan politik
ke luar negeri dilakukan dengan cara membentuk Perancis menjadi negara yang
jaya di Eropa. Ia juga berusaha membentuk federasi Eropa di bawah kekuasaan
Perancis. Cita-cita Napoleon Bonaparte menimbulkan reaksi keras dari rakyat
Eropa. Koalisi bangsa-bangsa Eropa pada akhirnya berhasil menangkap dan
mengasingkan Napoleon Bonaparte ke Elba pada tahun 1814.Semangat dan
cita-citanya yang besar membawa ia melarikan diri dan berhasil kembali ke
Perancis. Pada tahun 1815 ia kembali ditangkap dan kali ini ia diasingkan ke
Pulau Saint Helena.
Setelah keruntuhan kekaisaran Napoleon Bonaparte, Perancis kembali masuk ke dalam era kegelapan. Absolutisme kembali berkembang di bawah pemerintahan Raja Louis XVIII (1815 - 1824) dan dilanjutkan oleh Karel X (1824 - 1830). Pada tahun 1830 revolusi kembali terjadi di Perancis dan sejak saat itu sampai dengan tahun 1848 terjadi vacuum of Power. Pada tahun 1848, rakyat akhirnya menyelenggarakan pemilu dan mengangkat Louis Napoleon (Napoleon IV) sebagai pemimpin negara republik. Kekuasaan dan ambisi kembali mengantarkan Napoleon IV mengakat diri menjadi Kaisar pada tahun 1861. Pada tahun 1872, Napoleon IV berhasil diturunkan dari tahtanya dan oleh rakyat disepakati untuk mengesahkan pemerintahan Republik yang bertahan hingga masa sekarang.
Setelah keruntuhan kekaisaran Napoleon Bonaparte, Perancis kembali masuk ke dalam era kegelapan. Absolutisme kembali berkembang di bawah pemerintahan Raja Louis XVIII (1815 - 1824) dan dilanjutkan oleh Karel X (1824 - 1830). Pada tahun 1830 revolusi kembali terjadi di Perancis dan sejak saat itu sampai dengan tahun 1848 terjadi vacuum of Power. Pada tahun 1848, rakyat akhirnya menyelenggarakan pemilu dan mengangkat Louis Napoleon (Napoleon IV) sebagai pemimpin negara republik. Kekuasaan dan ambisi kembali mengantarkan Napoleon IV mengakat diri menjadi Kaisar pada tahun 1861. Pada tahun 1872, Napoleon IV berhasil diturunkan dari tahtanya dan oleh rakyat disepakati untuk mengesahkan pemerintahan Republik yang bertahan hingga masa sekarang.
Revolusi
Perancis merupakan suatu periode yang menentukan di dalam pembentukan Barat
modern. Ia melaksanakan pemikiran para pendukung Pencerahan, menghancurkan
masyarakat hierarkis dan korporat Rezim Lama, mendorong kepentingan-kepentingan
kaum borjuis dan mempercepat pertumbuhan Negara modern. Revolusi Perancis
melemahkan aristokrasi. Dengan dilenyapkannya hak-hak feudal dan hak-hak
istimewa mereka, kaum Bangsawan menjadi warga Negara biasa. Sepanjang abad
kesembilan belas, perancis akan diperintah baik oleh kaum bangsawan maupun kaum
borjuis. Kekayaan bukan keturunan bangsawan yang menentukan komposisi elit
penguasa yang baru. Prinsip karier yang terbuka kepada orang berbaakat member
akses kepada kaum borjuis untuk posisi-posisi tertinggi di dalam Negara.
Memiliki kekayaaan, bakat, ambisi dan kini kesempatan, kaum borjuis akan memainkan
suatu peran yang semakin penting di dalam kehidupan politis Perancis. Di
seluruh Benua, pembaruan-pembaruan yang disebabkan Revolusi Perancis berfungsi
sebagai model bagi para borjuis progresif., yang cepat atau lambat kelak
menantang Rezim Lama di negeri-negeri mereka sendiri.
Revolusi
Perancis mengubah Negara dinastik Rezim Lama menjadi Negara modern: nasional,
liberal, sekuler, dan rasional. Ketika deklarasi hak-hak manusia dan hak-hak
Warga Negara menyatakan bahwa “sumber segala kedaulatan pada dasarnya terletak
di dalam bangsa”, konsep Negara mempunyai satu arti yang baru. Negara bukan
lagi sekadar suatu wilayah kekuasaan atau federasi provinsi-provinsi, ia bukan
milik pribadi sang raja yang mengklaim dirinya sebagai letnan Tuhan di bumi.[4]
Revolusi Perancis memiliki pengaruh besar bagi masyarakat dunia, salah
satu diantaranya adalah pengaruh terhadap politik di dunia, antara lain: 1) Menyebarnya
Paham Liberalisme, di masa pemerintahan Napoleon di Perancis paham liberalisme
sangat luas, baik didalam negeri maupun diluar negeri. Di berbagai negera Eropa
dan negara-negara lainnya di seluruh dunia ikut menganut paham liberalisme.
Yang mana setiap warga negara bebas menentukan nasibnya sendiri, bebas
bertindak, mengeluarkan pendapat, dan bebas berusaha. 2) Berkembangnya Paham Demokrasi, kegigihan
rakyat Perancis untuk merubah sistem pemerintahan menjadikan semangat bagi negara-negara
di dunia bahkan Indonesia untuk menggunakan kekuasaan dari, oleh, dan untuk
rakyat sebagai paham demokrasi. 3) Meluasnya Paham Nasionalisme, banyak
negara-negara yang masih menerapkan sistem feodal, mengembangkan rasa
nasionalisme kepada negaranya sendiri sebagai rasa cinta tanah air. Sedangkan
bagi negara-negara yang masih terjajah, munculnya rasa nasionalisme rakyat
menjadi salah satu faktor yang penting guna membebaskan diri dari penjajahan
dan berusaha untuk memerdekakan negaranya. Paham ini meluas juga ke Indonesia
yang mana banyak para pelajar Indonesia yang mengerakkan pergerakan nasional
dan membebaskan diri dari penjajahan Belanda. 4) Menyebarnya Aksi Revolusioner, melihat
kegigihan rakyat Perancis mewujudkan perubahan-perubahan terhadap pemerintah
Perancis menjadi motivasi bagi negara-negara untuk melepaskan dan membebaskan
diri dari kertindasan dan ketertekanan negara lain.
[1]Mahasiswa Pend. Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Prof.DR.HAMKA email: irmalestari92@gmail.com
[2] Desvian Bandarsyah dan Laely Armiyati , Sejarah Eropa: Dari Klasik Hingga Industrialisasi. Jakarta: Mitra
Abadi, 2013, hlm.101-102.
[3] Marvin Perry, Peradaban Barat: Dari
Revolusi Perancis hingga Zaman Global. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2013,
hlm.15-16.
[4] Marvin Perry, op.cit
hlm.41-42
ok, terimakasih neng,lebih baik ya
BalasHapus