Senin, 05 Januari 2015


Perang Salib dan Shalahuddin Al-Ayyubi
Oleh  Ahmad Ruslan[1]

Sejumlah ekspedisi militer yang dilancarkan oleh pihak Kristen terhadap kekuatan muslim dalam periode 1096 – 2073 M. dikenal sebagai perang salib. Hal ini disebabkan karena adanya dugaan bahwa pihak Kristen dalam melancarkan serangan tersebut didorong oleh motivasi keagamaan, selain itu mereka menggunakan simbol salib. Salahudin Al Ayubi atau sering juga di sebut sebagai “Saladin” di dunia barat, merupakan panglima perang Muslim yang dikagumi kepiawaian berperang serta keshalihannya baik kepada kawan dan lawan-lawannya. Keberanian dan kepahlawanannya tercatat sejarah di kancah perang salib.
Juli 1192 sepasukan muslim dalam perang salib menyerang tenda-tenda pasukan salib diluar benteng kota Jaffa, termasuk didalamnya ada tenda Raja Inggris, Richard I. Raja Richard pun menyongsong serangan pasukan muslim dengan berjalan kaki bersama para prajuritnya. Perbandingan pasukan muslim dengan Kristen adalah 4:1. Salahudin Al Ayubi yang melihat Richard dalam kondisi seperti itu berkata kepada saudaranya : ” Bagaimana mungkin seorang raja berjalan kaki bersama prajuritnya? Pergilah ambil kuda arab ini dan berikan kepadanya, seorang laki-laki sehebat dia tidak seharusnya berada di tempat ini dengan berjalan kaki “. Fragmen diatas dicatat sebagai salah satu karakter yang pemurah dari Salahudin, bahkan kepada musuhnya sekalipun. Walalupun sedang diatas angin tetap berlaku adil dan menghormati lawan-lawannya.

Shalahuddin dan Perang Salib

            Hitti membagi perang Salib kedalam tiga periode, yaitu pertama periode penaklukan dari tahun 1096 M sampai 1144 M, yaitu keberhasilan tentara Salib mendirikan beberapa kerajaan Kristen di Timur, yaitu kerajaan Latin di Edessa dipimpin Edessa tahun 1098; kerajaan Latin Antiokia dipimpin Baldwin tahun 1098;  kerajaan Latin Jerussalem dipimpin Godfrey tahun 1099 M; dan kerajaan Latin Tripoli dipimpin Raymond tahun 1099 M. Kedua, periode reaksi umat islam yang berlangsung 1144 M hingga 1192 M. Dimulai ketika Imaduddin  Zangi, Gubernur Mosul, membangkitkan semangat kaum muslimin untuk membendung tentara Salib. Gerakan kaum muslimin mencapai puncaknya pada Shalahuddin Al-Ayyubi. Kota-kota yang berhasil dibebaskan dari kekuasaan tentara salib adalah Aleppo dan Edessa (1144 M); Damskus (1147 M); Antiokia (1149 M); Kairo (1169 M); dan Jerussalem (1187 M). Ketiga, periode kehancuran tentara salib berlangsung 1192 M hingga 1291 M. Pada periode ini, terjadi kemerosotan semangat keagamaan dalam diri tentara salib. Mereka lebih tertarik pada ambisi ekonomi(menguasai rampasan perang) dan politik daripada berfokus pada tujuan utama, yaitu merebut Jerussalem. Salah satu diantaranya terjadi pada peristiwa ketika  pasukan salib yang sudah dipersiapkan menyerang Mesir(1202 M) justru menyerang Konstatinopel, hingga kemudian Baldwin menjadi Raja Roma Latin pertama di Konstatinopel. Periode ini berakhir tahun 1291 M ketika tentara salib diusir dari Acre-Suriah yang menjadi basis mereka.[2]
Saat Salahudin berkuasa, perang salib sedang berjalan dalam fase kedua dengan dikuasainya Yerussalem oleh pasukan Salib. Namun pasukan Salib tidak mampu menaklukan Damaskus dan Kairo. Saat itu terjadi gencatan senjata antara Salahudin dengan Raja Yerussalem dari pasukan Salib, Guy de Lusignan.
Pasukan salib terdiri atas tiga bagian. Bagian depan pasukan adalah pasukan Hospitaler, bagian tengah adalah batalyon kerajaan yang dipimpin Guy de Lusignan yang juga membawa Salib besar sebagai lambang kerajaan. Bagian belakang adalah pasukan ordo Knight Templar yang dipimpin Balian dari Ibelin. Bahasa yang mereka gunakan bercampur antara bahasa Inggris, Perancis dan beberapa bahasa eropa lainnya. Seperti umumnya tentara Eropa mereka menggunakan baju zirah dari besi yang berat, yang sebetulnya tidak cocok digunakan di perang padang pasir.
Salahudin  memanfaatkan celah-celah ini. Malam harinya pasukan muslimin membakar rumput kering disekeliling pasukan Salib yang sudah sangat kepanasan dan kehausan. Besok paginya Salahudin membagikan anak panah tambahan pada pasukan kavalerinya untuk membabat habis kuda tunggangan musuh. Tanpa kuda dan payah kepanasan, pasukan salib menjadi jauh berkurang kekuatannya. Saat peperangan berlangsung dengan kondisi suhu yang panas hampir semua pasukan salib tewas. Raja Yerussalem Guy de Lusignan berhasil ditawan sedangkan Reginald de Chattilon yang pernah membantai khalifah kaum muslimin langsung dipancung. Kepada Raja Guy, Salahudin memperlakukan dengan baik dan dibebaskan dengan tebusan beberapa tahun kemudian.

Menuju Yerussalem

Dari Hattin, Salahudin bergerak menuju kota-kota Acre, Beirut dan Sidon untuk dibebaskan. Selanjutnya Salahudin bergerak menuju Yerussalem. Dalam pembebasan kota-kota ataupun benteng Salahudin selalu mengutamakan jalur diplomasi dan penyerahan daripada langsung melakukan penyerbuan militer. Pasukan Salahudin mengepung Kota Yerussalem , pasukan salib di Yerussalem dipimpin oleh Balian dari Obelin. Empat hari kemudian Salahudin menerima penawaran menyerah dari Balian. Yerussalem diserahkan ketangan kaum muslimin. Salahuddin menjamin kebebasan dan keamanan kaum Kristen dan Yahudi. Fragmen ini di abadikan  dalam film “Kingdom Of Heaven” besutan sutradara Ridley Scott. Tanggal 27 Rajab 583 Hijriyah atau bertepatan dengan Isra Mi’raj Rasulullah SAW, Salahudin memasuki kota Yerussalem.[3]
Semasa hidupnya Salahudin lebih banyak tinggal di barak militer bersama para prajuritnya dibandingkan hidup dalam lingkungan istana. Salahudin wafat 4 Maret 1193 di Damaskus. Para pengurus jenazah sempat terkaget-kaget karena ternyata Salahudin  tidak memiliki harta. Ia hanya memiliki selembar kain kafan yang selalu di bawanya dalam setiap perjalanan dan uang senilai 66 dirham nasirian (mata uang Suriah waktu itu).
Sampai sekarang Salahudin Al-Ayubi tetap dikenang oleh umat islam maupun dunia, sebagai pahlawan besar yang penuh sikap murah hati.

    





[1] Mahasiswa Progaram Studi Pendidkan Sejarah FKIP UHAMKA Jakarta Timur
[2]Desvian Babdarsyah, Laely Armiyati,Sejarah Eropa 1 dari Klasik hingga Industrialisasi.Jakarta:Mitra Abadi,2014, hlm.42-43.
[3]Alwi Alatas.Nuruddin Zanki dan Perang Salib.Jakarta: Zikrul Hakim