Perang Salib
dan Shalahuddin Al-Ayyubi
Oleh Ahmad Ruslan[1]
Sejumlah ekspedisi militer yang dilancarkan oleh
pihak Kristen terhadap kekuatan muslim dalam periode 1096 – 2073 M. dikenal
sebagai perang salib. Hal ini disebabkan karena adanya dugaan bahwa pihak
Kristen dalam melancarkan serangan tersebut didorong oleh motivasi keagamaan,
selain itu mereka menggunakan simbol salib. Salahudin Al Ayubi atau sering juga di sebut
sebagai “Saladin” di dunia barat, merupakan panglima perang Muslim yang
dikagumi kepiawaian berperang serta keshalihannya baik kepada kawan dan
lawan-lawannya. Keberanian dan kepahlawanannya tercatat sejarah di kancah perang
salib.
Juli 1192 sepasukan muslim dalam perang salib
menyerang tenda-tenda pasukan salib diluar benteng kota Jaffa, termasuk
didalamnya ada tenda Raja Inggris, Richard I. Raja Richard pun menyongsong
serangan pasukan muslim dengan berjalan kaki bersama para prajuritnya.
Perbandingan pasukan muslim dengan Kristen adalah 4:1. Salahudin Al Ayubi yang
melihat Richard dalam kondisi seperti itu berkata kepada saudaranya : ”
Bagaimana mungkin seorang raja berjalan kaki bersama prajuritnya? Pergilah
ambil kuda arab ini dan berikan kepadanya, seorang laki-laki sehebat dia tidak
seharusnya berada di tempat ini dengan berjalan kaki “. Fragmen diatas dicatat
sebagai salah satu karakter yang pemurah dari Salahudin, bahkan kepada musuhnya
sekalipun. Walalupun sedang diatas angin tetap berlaku adil dan menghormati
lawan-lawannya.
Shalahuddin dan Perang Salib
Hitti membagi perang Salib
kedalam tiga periode, yaitu pertama periode
penaklukan dari tahun 1096 M sampai 1144 M, yaitu keberhasilan tentara Salib
mendirikan beberapa kerajaan Kristen di Timur, yaitu kerajaan Latin di Edessa
dipimpin Edessa tahun 1098; kerajaan Latin Antiokia dipimpin Baldwin tahun
1098; kerajaan Latin Jerussalem dipimpin
Godfrey tahun 1099 M; dan kerajaan Latin Tripoli dipimpin Raymond tahun 1099 M.
Kedua, periode reaksi umat islam yang
berlangsung 1144 M hingga 1192 M. Dimulai ketika Imaduddin Zangi, Gubernur Mosul, membangkitkan semangat
kaum muslimin untuk membendung tentara Salib. Gerakan kaum muslimin mencapai
puncaknya pada Shalahuddin Al-Ayyubi. Kota-kota yang berhasil dibebaskan dari
kekuasaan tentara salib adalah Aleppo dan Edessa (1144 M); Damskus (1147 M);
Antiokia (1149 M); Kairo (1169 M); dan Jerussalem (1187 M). Ketiga, periode kehancuran tentara salib
berlangsung 1192 M hingga 1291 M. Pada periode ini, terjadi kemerosotan
semangat keagamaan dalam diri tentara salib. Mereka lebih tertarik pada ambisi
ekonomi(menguasai rampasan perang) dan politik daripada berfokus pada tujuan
utama, yaitu merebut Jerussalem. Salah satu diantaranya terjadi pada peristiwa
ketika pasukan salib yang sudah
dipersiapkan menyerang Mesir(1202 M) justru menyerang Konstatinopel, hingga
kemudian Baldwin menjadi Raja Roma Latin pertama di Konstatinopel. Periode ini
berakhir tahun 1291 M ketika tentara salib diusir dari Acre-Suriah yang menjadi
basis mereka.[2]
Saat Salahudin berkuasa, perang salib sedang berjalan dalam fase kedua
dengan dikuasainya Yerussalem oleh pasukan Salib. Namun pasukan Salib tidak
mampu menaklukan Damaskus dan Kairo. Saat itu terjadi gencatan senjata antara
Salahudin dengan Raja Yerussalem dari pasukan Salib, Guy de Lusignan.
Pasukan salib terdiri atas tiga bagian. Bagian depan pasukan adalah
pasukan Hospitaler, bagian
tengah adalah batalyon kerajaan yang dipimpin Guy de Lusignan yang juga membawa
Salib besar sebagai lambang kerajaan. Bagian belakang adalah pasukan ordo Knight Templar yang dipimpin Balian
dari Ibelin. Bahasa yang mereka gunakan bercampur antara bahasa Inggris, Perancis
dan beberapa bahasa eropa lainnya. Seperti umumnya tentara Eropa mereka
menggunakan baju zirah dari besi yang berat, yang sebetulnya tidak cocok
digunakan di perang padang pasir.
Salahudin memanfaatkan celah-celah ini. Malam harinya pasukan
muslimin membakar rumput kering disekeliling pasukan Salib yang sudah sangat
kepanasan dan kehausan. Besok paginya Salahudin membagikan anak panah tambahan
pada pasukan kavalerinya untuk membabat habis kuda tunggangan musuh. Tanpa kuda
dan payah kepanasan, pasukan salib menjadi jauh berkurang kekuatannya. Saat
peperangan berlangsung dengan kondisi suhu yang panas hampir semua pasukan
salib tewas. Raja Yerussalem Guy de Lusignan berhasil ditawan sedangkan
Reginald de Chattilon yang pernah membantai khalifah kaum muslimin langsung
dipancung. Kepada Raja Guy, Salahudin memperlakukan dengan baik dan dibebaskan
dengan tebusan beberapa tahun kemudian.
Menuju Yerussalem
Dari Hattin, Salahudin bergerak menuju kota-kota Acre, Beirut dan Sidon
untuk dibebaskan. Selanjutnya Salahudin bergerak menuju Yerussalem. Dalam
pembebasan kota-kota ataupun benteng Salahudin selalu mengutamakan jalur
diplomasi dan penyerahan daripada langsung melakukan penyerbuan militer.
Pasukan Salahudin mengepung Kota Yerussalem , pasukan salib di Yerussalem
dipimpin oleh Balian dari Obelin. Empat hari kemudian Salahudin menerima
penawaran menyerah dari Balian. Yerussalem diserahkan ketangan kaum muslimin.
Salahuddin menjamin kebebasan dan keamanan kaum Kristen dan Yahudi. Fragmen ini
di abadikan dalam film “Kingdom Of Heaven” besutan sutradara Ridley Scott. Tanggal 27 Rajab 583 Hijriyah atau
bertepatan dengan Isra Mi’raj Rasulullah SAW, Salahudin memasuki kota
Yerussalem.[3]
Semasa hidupnya Salahudin lebih banyak tinggal di barak militer bersama
para prajuritnya dibandingkan hidup dalam lingkungan istana. Salahudin wafat 4
Maret 1193 di Damaskus. Para pengurus jenazah sempat terkaget-kaget karena
ternyata Salahudin tidak memiliki harta. Ia hanya memiliki selembar
kain kafan yang selalu di bawanya dalam setiap perjalanan dan uang senilai 66
dirham nasirian (mata uang Suriah waktu itu).
Sampai sekarang Salahudin Al-Ayubi tetap dikenang oleh umat islam maupun
dunia, sebagai pahlawan besar yang penuh sikap murah hati.
[1]
Mahasiswa Progaram Studi Pendidkan Sejarah FKIP UHAMKA Jakarta Timur
Email ahamadruslan11@gmail.com
[2]Desvian
Babdarsyah, Laely Armiyati,Sejarah Eropa
1 dari Klasik hingga Industrialisasi.Jakarta:Mitra Abadi,2014, hlm.42-43.
[3]Alwi Alatas.Nuruddin
Zanki dan Perang Salib.Jakarta: Zikrul Hakim